
Banjir Parah di Sumatra, Apa Pantas Menyalahkan Alam? login
register
Home
Nasional
Politik
Hukum & Kriminal
Peristiwa
Pemilu
Info Politik
BERITA TERBARU
Internasional
Asean
Asia Pasifik
Timur Tengah
Eropa Amerika
BERITA TERBARU
Ekonomi
Keuangan
Energi
Bisnis
Makro
Corporate Action
BERITA TERBARU
Olahraga
Sepakbola
Moto GP
F1
Raket
BERITA TERBARU
Teknologi
Teknologi Informasi
Sains
Telekomunikasi
Climate
BERITA TERBARU
Otomotif
Tren
Mobil
Motor
E-Vehicle
Commercial
Info Otomotif
BERITA TERBARU
Hiburan
Film
Musik
Seleb
Seni Budaya
Music At Newsroom
BERITA TERBARU
Gaya Hidup
Health
Food
Travel
Trends
BERITA TERBARU
CNN TV
Ragam
Foto
Video
Infografis
Indeks
Fokus
Kolom
Terpopuler
Features
Search History
Loading… Nasional
Peristiwa
Banjir Parah di Sumatra, Apa Pantas Menyalahkan Alam? CNN Indonesia
Selasa, 02 Des 2025 12:13 WIB
Bagikan:
url telah tercopy
1. Banjir Parah di Sumatra, Apa Pantas Menyalahkan Alam? 2. Siapa yang harus tanggung jawab? Data BNPB mencatat ada 604 korban meninggal dunia akibat bencana di Sumatra. Masih ada 464 orang hilang, 2.600 orang luka. (AFP/CHAIDEER MAHYUDDIN)
Jakarta, CNN Indonesia — Jam menunjukkan pukul 07.00 ketika Sandra berniat mengantar anaknya ke sekolah. Pagi itu, Selasa (25/11), sekolah anaknya akan memperingati hari guru.Namun, langkah Sandra tertahan di teras rumah. Air kecoklatan menggenang setinggi mata kaki, mengalir melewati ban belakang sepeda motornya yang diparkir.Sudah dua hari memang hujan tidak berhenti di daerah tersebut. Namun, Sandra tidak mengira banjir akan datang. ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Saya langsung selamatkan barang-barang,” Sandra menceritakan momen sebelum banjir bandang menerjang rumahnya, Selasa (2/11).Hanya berselang beberapa jam, rumah Sandra sudah tenggelam. Lebih dari dua meter. Dari kejauhan, hanya atap rumah yang masih terlihat. Barang-barang yang tak sempat diselamatkan disapu oleh banjir yang membawa lumpur.”Hancur rumah saya. Hancur semua enggak bersisa. Tapi alhamdulillah kami semua selamat,” kata Sandra.Sandra tinggal di salah satu perumahan di wilayah Tapanuli Tengah, Sumatra Utara (Sumut). Ia adalah satu dari lebih dari 1 juta orang yang terdampak banjir dan longsor di Sumatra Utara, Aceh dan Sumatra Barat.Pilihan RedaksiCitra Satelit Rekam Deforestasi Brutal di Sumut, Walhi Bantah BobbyFakta-fakta Seputar Banjir Bandang Kayu Gelondongan di SumatraWalhi: Potensi Banjir Longsor di Jabar Bisa Lebih Parah dari SumatraLahir dan besar di daerah tersebut, Sandra mengatakan banjir kali ini adalah yang paling parah.Hingga Senin malam, ia bahkan masih mengungsi di rumah orang tuanya. Meski sudah mulai surut, rumahnya masih dipenuhi lumpur.”Enggak pernah kejadian. Ini lah pertama kali,” kata Sandra.Kini, Sandra mengeluhkan bantuan dari pemerintah yang tak kunjung datang. Tak hanya di daerahnya, menurutnya banyak daerah lain di Tapanuli Tengah yang tak tersentuh bantuan.Menurutnya, kondisi itu yang membuat ada warga mengambil barang-barang di minimarket.Sandra dan keluarganya bertahan dengan persediaan beras dan telur sejak beberapa hari lalu. Persediaan itu telah menipis.”Satu butir nasi pun belum dapat. Prabowo udah datang, Gubernur udah datang. Tapi timnya enggak gerak cepat bantu masyarakat,” kata Sandra.Dalam studi terbarunya, Center of Economic and Law Studies (Celios) memperkirakan kerugian imbas banjir dan tanah longsor ini mencapai Rp68,67 triliun.Perhitungan kerugian ekonomi bencana banjir tersebut berdasarkan lima jenis kerugian.Pertama, kerugian rumah yang masing-masing mencapai Rp30 juta per rumah. Kedua, kerugian jembatan dengan masing-masing biaya pembangunan kembali jembatan mencapai Rp1 miliar.Ketiga, kerugian pendapatan keluarga sesuai dengan pendapatan rata-rata harian masing-masing provinsi dikali dengan 20 hari kerja.Keempat, kerugian lahan sawah dengan kehilangan mencapai Rp6.500 per kg dengan asumsi per Ha dapat menghasilkan 7 ton. Kelima, perbaikan jalan per 1000 meter mencapai Rp100 juta. Apa penyebab banjir?Sejumlah pejabat pemerintah mengatakan banjir dan longsor di tiga daerah itu disebabkan fenomena cuaca ekstrem yang dipicu Siklon Tropis Senyar.”Perlu kita ketahui, ini adalah Siklon Tropis Senyar yang memang sangat dahsyat, tetapi menurut BMKG sudah mulai menurun, oleh karena itu kita juga melakukan operasi modifikasi cuaca,” kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pratikno beberapa waktu lalu.Sejumlah pegiat lingkungan tidak sependapat dengan hal itu.Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai banjir besar dan longsor yang melanda Sumatra Utara, Sumatra Barat, dan Aceh tidak hanya disebabkan oleh cuaca ekstrem semata, namun akibat masifnya alih fungsi lahan.Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional Uli Arta Siagian menjelaskan dalam analisisnya, WALHI menemukan sejak 2016 hingga 2024, ketiga provinsi tersebut kehilangan sekitar 1,4 juta hektare hutan.Sementara itu, terdapat 631 izin perusahaan yang beroperasi.”Perusahaan-perusahaan ini bergerak di sektor tambang, lalu kemudian juga di sektor perkebunan monokultur sawit, PBPH atau Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan, dan industri-industri energi lainnya seperti PLTA dalam skala yang besar yang terjadi di Batang Toru dan wilayah lainnya,” kata Uli saat dihubungi.Menurutnya, kondisi ekologis di tiga provinsi itu sudah rentan. Kondisi itu membuat daya rusak bencana menjadi besar ketika terjadi cuaca ekstrem.”Jadi, kami melihat bahwa alih fungsi lahan itu adalah penyebab utama dari banjir yang terjadi di tiga provinsi itu. Curah hujan, siklon, dan lain sebagainya itu hanya pemicu. Tetapi kondisi ekologis kita itu sendiri juga sudah rentan,” ujarnya.Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas mengatakan banjir besar tersebut merupakan akumulasi dari dua faktor saling terkait: krisis iklim yang memperkuat intensitas cuaca ekstrem dan deforestasi.Menurutnya, kemunculan Siklon Tropis Senyar di sekitar Selat Malaka merupakan fenomena yang sangat jarang di wilayah khatulistiwa, dimana sebagian besar Indonesia berada di sekitar garis khatulistiwa.”Biasanya dia muncul misalnya Siklon Tropis atau Taifun di Filipina, yang sering terjadi di Jepang atau misalnya di Vietnam. Nah, artinya memang Siklon Tropis yang terjadi di Indonesia ini adalah dampak dari perubahan iklim, yang kemudian ini yang kami sebut sebagai krisis iklim karena dia akan membawa, meningkatkan curah hujan yang tinggi,” ujar Arie.Arie menjelaskan daya dukung lingkungan di Sumatra juga sudah jauh menurun akibat terjadi deforestasi bertahun-tahun. Analisis Greenpeace dengan merujuk data Kementerian Kehutanan menemukan, dalam kurun 1990-2024, banyak hutan alam di Provinsi Sumatra Utara beralih fungsi menjadi perkebunan, pertanian lahan kering, dan hutan tanaman. Situasi serupa terjadi di Aceh dan Sumatra BaratMayoritas DAS di Pulau Sumatra telah kritis dengan tutupan hutan alam di bawah 30 persen.”Dalam konteks daya dukung, daya tampung ekosistem yang berbasis daerah aliran sungai itu, itu memang sudah rentan gitu. Dia sudah tidak lagi bisa menampung, ekosistemnya itu sudah rusak. Ketika terjadi curah hujan yang tinggi, kemudian fungsi hutannya sudah tidak berfungsi lagi. Sehingga terjadilah banjir,” ujar Arie. Uli menyatakan negara memegang tanggung jawab terbesar karena konstitusi mengamanatkan perlindungan rakyat serta lingkungan.Namun, ia menilai ada aktor non-negara yang berkontribusi signifikan pada kerusakan ekologis, yakni korporasi.”Jadi sebenarnya konstitusi kita memandatkan pengurus negara untuk melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan yang mengeksploitasi atau menjadi penyebab dari bencana banjir dan longsor yang terjadi,” kata Uli.Ia mengatakan pertanggungjawaban negara harus dilakukan dengan mengevaluasi menyeluruh perizinan di tiga provinsi terdampak.”Terkhusus lagi perizinan yang ada di Pegunungan Bukit Barisan, karena sebenarnya hulu-hulu dari DAS yang meluap ini itu ada di Pegunungan Bukit Barisan. Jadi evaluasi seluruh izinnya, dari evaluasi itulah pemerintah akan tahu langkah apa yang harus diambil kemudian, apakah pencabutan izin, lalu apakah penegakan hukum,” kata Uli.Pilihan RedaksiCelios Taksir Kerugian Ekonomi Banjir Sumatra Tembus Rp68,67 TUjian Semester SD-SMP di Daerah Terdampak Banjir Sumbar DitundaWarga Aceh Utara Teriak Bantuan Banjir Belum Datang, Air Bersih SulitKoordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Melky Nahar mengatakan Prabowo seharusnya memimpin seluruh jajarannya untuk mengaudit seluruh investasi berbasis lahan skala besar, terutama yang berkontribusi terhadap perusakan hutan, deforestasi, baik dari tambang, sawit, dan segala macamnya.”Minimal, wilayah-wilayah yang genting itu, yang kritis itu, itu dipastikan untuk harus terbebas dari cengkraman industri ekstraktif, karena kalau tidak, ya setiap hujan datang ya pasti akan memicu terjadi bencana kan,” kata Melky.Data Kementerian ESDM yang diolah JATAM memperlihatkan bahwa Sumatra telah diperlakukan sebagai zona pengorbanan untuk tambang minerba. Terdapat sedikitnya 1.907 wilayah izin usaha pertambangan minerba aktif dengan total luas 2.458.469,09 hektare.”Itu untuk tambangnya saja. Kita belum hitung dengan yang sawit, hutan, nah pasti terjadi alih fungsi lahan,” ujarnya.Tetapkan sebagai bencana nasionalUli mendorong pemerintah menetapkan status Bencana Nasional karena korban telah mencapai ratusan jiwa, puluhan ribu warga mengungsi dan daya rusak yang besar.Menurutnya, status tersebut penting untuk memastikan pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, air bersih, dan layanan kesehatan.”Sehingga politik anggaran menjadi hal yang penting, dan itu bisa kemudian terbantu kalau misalnya statusnya itu adalah Darurat Nasional,” ujar Uli.Arie Rompas mengatakan penetapan sebagai bencana nasional penting diambil karena penanganan bencana ini butuh sumber daya yang besar.”Respons cepat harus segera dilakukan sehingga korban bisa jadi tidak bertambah banyak, karena bukan hanya korban banjir, pasca banjir kan bisa jadi mereka kehabisan bahan makanan, kemudian pakaian, kebutuhan-kebutuhan dasar itu bisa dipenuhi sesegera mungkin,” ujar Arie.[Gambas:Infografis CNN]
Siapa yang harus tanggung jawab? BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN:
1
2
Bagikan:
url telah tercopy
TOPIK TERKAIT
banjir sumatra
bencana alam
deforestasi
longsor
bantuan bencana
krisis iklim
analisis
ARTIKEL TERKAIT
Warga Aceh Tamiang Belum Makan 4 Hari, Bertahan Minum Air Banjir
FOTO: Akses Jalan Terisolir, Warga Palembayan Agam Menanti Bantuan
BMKG Ungkap Ancaman Bibit Siklon Pemicu Banjir Longsor, Ini Daerahnya
3 TNI Gugur Tersapu Banjir Bandang di Lembah Anai Sumbar
Fakta-fakta Seputar Banjir Bandang Kayu Gelondongan di Sumatra
BMKG Ungkap Anomali Hujan Sebulan Tumpah dalam Sehari di Sumatra
REKOMENDASI UNTUKMU
LIHAT SEMUA
LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
LIHAT SELENGKAPNYA
TERPOPULER
Menyajikan berita terhangat langsung melalui handphone Anda DOWNLOAD SEKARANG
TELUSURI
Nasional
Internasional
Ekonomi
Olahraga
Teknologi
Otomotif
Hiburan
Gaya Hidup
berbuatbaik.id
CNN TV
IKUTI KAMI
© 2025 Trans Media, CNN name, logo and all associated elements (R) and © 2025 Cable News Network, Inc. A Time Warner Company. All rights reserved. CNN and the CNN logo are registered marks of Cable News Network, Inc., displayed
with permission. Tentang Kami |
Redaksi |
Pedoman Media Siber |
Karir |
Disclaimer
CNN U.S. |
CNN International |
CNN en ESPAÑOL |
CNN Chile
CNN México |
العربية |
日本語 |
Türkçe
Source: www.cnnindonesia.com